Jakarta, CNN Indonesia —
Pengusaha merespons aturan baru Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang membatasi impor sejumlah barang elektronik seperti AC, TV, mesin cuci, hingga laptop.
Pembatasan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 6 tahun 2024 tentang Tata Cara Penerbitan Pertimbangan Teknis Impor Produk Elektronik.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) Daniel Suhardiman menyambut baik aturan tersebut. Menurutnya, aturan tersebut diterbitkan demi kepentingan nasional.
“Memang permasalahan daya saing industri dalam negeri tidak bisa diselesaikan hanya dengan tata niaga impor, masih ada masalah-masalah rumit lainnya seperti lemahnya hilirisasi industri bahan baku dan komponen inti,” ungkap Daniel dalam keterangan tertulis, Selasa (9/4).
Ia berharap dengan Permenperin 6/2024 industri hulu akan tumbuh pesat sehingga memicu hilirisasi yang terintegrasi. Menurutnya, hilirisasi tidak akan terjadi tanpa tumbuhnya industri hulu hingga ke tingkat skala ekonomis bagi industri hilir.
Senada, Ketua Umum Asosiasi Pabrik Kabel Indonesia (APKABEL) Noval Jamalullail mengatakan Permenperin 6/2024 merupakan solusi terbaik untuk mendukung industri kabel dalam negeri, khususnya produsen kabel serat optik.
Pasalnya produksi industri kabel serat optik dapat memenuhi kebutuhan nasional yang sedang membangun sarana telekomunikasi dan jaringan internet di seluruh wilayah.
Noval menambahkan aturan baru tersebut juga juga memberikan harapan baru bagi pengembangan industri kabel serat optik dalam negeri.
“Apalagi, saat ini kemampuan dan kapasitas industri kabel serat optik di Indonesia sudah mumpuni serta telah bisa membuat semua jenis kabel serat optik dari ukuran kecil maupun besar. Baik itu untuk keperluan di dalam gedung, di udara dan dalam tanah, maupun duct serta kabel dalam laut (sub marine cable). Total kapasitas mencapai 15 juta ScKm (Kmfiber),” katanya.
Kemampuan dan kapasitas yang besar industri kabel serat optik domestik yang besar, katanya, terjadi seiring masuknya sejumlah investor global dari Tiongkok, Korea, dan Jepang yang membangun beberapa fasilitas pabrik kabel serat optik di Indonesia dalam delapan tahun terakhir.
Semua proses kabel serat optik yang meliputi colouring, tubing, stranding, armoring, sheathing atau jacketing, katanya, juga sudah 100 persen dilakukan di dalam negeri.
“Karena memang produk kabel serat optik adalah satu kesatuan proses, sehingga tidak ada proses assembling,” katanya.
Direktur Industri Elektronika dan Telematika (IET) Kemenperin Priyadi Arie Nugroho mengatakan pembatasan impor tersebut berguna untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif di Tanah Air.
“Regulasi ini merupakan upaya konkret dari pemerintah dalam menciptakan kepastian berinvestasi bagi pelaku industri di Indonesia khususnya dalam rangka memproduksi produk elektronika di dalam negeri,” ujarnya.
Pemerintah menetapkan 139 pos tarif yang diatur impornya melalui Permenperin 6/2024 tersebut. Dengan rincian 78 pos tarif diterapkan Persetujuan Impor (PI) dan Laporan Surveyor (LS) serta 61 pos tarif lainnya diterapkan hanya dengan LS.
“Beberapa produk yang termasuk ke dalam 78 pos tarif tersebut di antaranya adalah AC, televisi, mesin cuci, kulkas, kabel fiber optik, kulkas, laptop dan beberapa produk elektronik lainnya,” jelas Priyadi.
Menurutnya, tata niaga impor untuk produk elektronika merupakan hal yang baru dan belum pernah diberlakukan. Namun, ia menekankan bukan pemerintah anti impor, tapi lebih pada melindungi pelaku usaha dalam negeri.
“Perlu diketahui dan ditekankan bersama, bahwa dengan terbitnya kebijakan tata niaga impor produk elektronika ini bukan berarti bahwa pemerintah anti-impor, namun lebih kepada menjaga iklim usaha industri di dalam negeri tetap kondusif terutama bagi produk-produk yang telah diproduksi di dalam negeri,” katanya.
(fby/sfr)